SMS Center dan Konsolidasi Civil Society

SMS Center dan Konsolidasi Civil Society

oleh: Yon A Udiono *)

Umum | Rabu, 24/03/2010 22:26 WIB

klik untuk melihat foto

Mulai Januari 2010 Pemerintah Kota Padang Panjang membuka layanan SMS Center. Dengan nomor yang ditetapkan, warga bisa menyampaikan kritik atau komentar-komentar seputar pelayanan Pemko kepada masyarakat. (Padangmedia.Com, 16/12/2009).

Pemikiran yang melatari pembukaan SMS Center harus dipastikan sebagai kebutuhan politik untuk membangun konsolidasi civil society dengan aksi dialog. Agar dengan itu warga bisa mempertanyakan, menyimak, mengontrol. Dan dengan demikian kesalingpahaman (bukan kesalahpahaman) antara pemerintah dan masyarakat terjalin. Kebutuhan kekuasaan untuk menyaksikan sendiri apa-apa yang terjadi dalam relung kehidupan dan dinamika rakyatnya terfasilitasi.

Mengingat, dalam tiap kerja pengabdian, selalu dibutuhkan mekanisme umpan balik. Terutama jika Pemko menyadari belum bisa menggolkan keseluruhan program pelayanan publik. Terdapat gerowong di sana-sini dalam kerja menjalankan fungsi pelayanan.

SMS Center di Pemko Padang Panjang, kendati bukan ide pertama di kota-kota di Indonesia, merupakan terobosan guna menjawab tantangan ke depan menyangkut tak saja manajemen pelayanan tapi juga moralitas kepemiminan dan keteladanan.

Pemko memerlukan referensi praktis yang produktif menyodorkan cara pandang perbaikan yang tak sekadar politis. Membentangkan gambaran otentik sejauh mana layanan yang diberikan memuaskan masyarakat. Pemko memerlukan apapun saja metode penziarahan fundamental masalah dari perspektif pemberi amanat.

Ada sebenarnya instrumen politik. Tapi jalur itu di negeri ini makin bias. Di samping belum tentu mengkover konstelasi dan totalitas representasi kepentingan publik.

Soalnya, wakil rakyat di DPRD lebih sekadar berkutat pada dua hal. Pertama, pada nalarnya sendiri tiap kali kita desak merevitalisasi fungsi DPRD menjadi sehakikat dengan “balai desa” tempat tiap aspirasi bisa ditarik dan diakomodasi. Kedatangan warga ke rumah politiknya untuk menemui sahibul bait guna menyalurkan aspirasi, tak terjamin berbalas apresiasi. Yang mulai latah justru pertanyaan apriori ini: “Siapa yang bayar kalian?”

Pada akhirnya tumbuh semacam feeling dalam psikologi publik untuk menghindar berurusan dengan orang-orang terhormat. Kita tak bicara tentang DPRD Kabupaten Indragiri Hulu tempat seorang Kasatlantas di sela-sela paparan “pendidikan hukum”-nya kepada anggota dewan menyebutkan kata-kata “sidang anggota hewan yang terhormat”: berkali-kali.

Kedua, terkait fungi-fungsi eksekutif. Yang tersodor dalam paparan politisi acap sekadar akrobat politik yang absurd. Apapun dipolitisasi. Politisi bisa bekerja dengan tanpa based on fact. Atau pertimbangan karena benar-benar menghayati persoalan yang sebenarnya.

Dengan pertimbangan telah cukup konteks yang membuat suara wakil rakyat tak lagi penuh memiliki nilai filosofis, masuk akal jika kemudian pemerintah perlu semacam rasionalisasi. Yakni, dengan tak mendadak sontak merespons atau mengadakan kerja penindaklanjutan tiap tergeber kebutuhan politik legislatif. Tapi memilih berhadapan langsung dengan kantung-kantung aspirasi yang dipandang lebih jernih.

SMS Center bisa menjadi pemacu peningkatan kinerja. Menolong para pengisi jabatan publik dalam usaha menemukan sisi-sisi solutif dari tiap bentuk kritik.

Fenomena SMS Center mengundang semacam “ikan” yang diharapkan mau berbaik hati menuju tepian kolam. Dengan SMS Center, Pemko Padang Panjang bisa kita maknai sebagai telah melepaskan kail ketika pengakuan pentingnya partisipasi warga dalam kerja-kerja bersama adalah niscaya.

Berkahnya, pos anggaran tranportasi dan komunikasi politik bisa dipangkas dan selamatkan karena pejabat tak perlu sering “turba”. Bukankah dengan kail itu rakyat sudah “naik ke atas”. Rakyat sudah berbaik hati menjemput dengan biaya pulsa sendiri. Ikan tinggal butuh diberdayakan. Dijamin: mereka tidak bisanya “asal bapak senang” (ABS). Karena mereka bukan tipe pejabat di dinas-dinas itu saban ada pemimpin mengadakan inspeksi.

Tak demikian jika masuk dalam jalur “krodit” komunikasi politik Pemko - DPRD. Ia membutuhkan kesiapan dan penyiapan level teknologi dan operator formalnya. Dan tentu: mental melobinya. Jika harus menjelajahinya, Pemko perlu banyak memiliki dukungan politik dan pembiayaan yang bisa berimplikasi riskan.

Tentu, SMS Center sekadar rubrik interaktif. Tidak semewah forum dalam jalur politik. Tapi di mata Pemko Padang Panjang suaranya bisa amat sayang untuk ditelantarkan.

Melalui ide SMS Center, kita menginginkan ada semacam “undangan” kepada individu-individu dari pelbagai latar. Komponen-komponen dalam civil society masuk dan berbincang. Membentuk apa-apa yang harus diserap dan diperlukan oleh tiap pengambil keputusan: berupa opini pubik atau suara sejati rakyat.

Sebab menjadi rakyat berarti sekadar bertahan dalam posisi menjadi tuan. Tak amat keliru konstitusi bilang, “rakyat pemegang kedaulatan”.

Adapun wakilnya?

Tak ada mereka patut mendapatkan layanan lebih segera daripada tuan yang diwakilinya segala urusannya.***

*) penulis adalah Litbang Lembaga Studi Sosial Normatif (Lesson).
sumber : http://www.padangmedia.com

0 komentar:

Posting Komentar

  © Blogger template Simple n' Sweet by Ourblogtemplates.com 2009

Back to TOP